This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
Jumat, 04 Januari 2013
KINANTI
18.50
Unknown
No comments
Hampir
setiap petang ketika Udin selesai dengan pekerjaannya di Rumah Meubel
milik pamannya, dia selalu menyempatkan diri mampir di warung Mbok Nah.
Warung dipojok Gang yang sangat sederhana itu memang kerap kali menjadi
tempat tongkrongan anak-anak muda yang bekerja di Rumah Meubel Pak Kardi. Disitu mereka asik bersenda gurau, ngobrol-ngobrol sambil menikmati secangkir kopi dan gorengan.
Susana sore
itu sepi, tampak Udin duduk merenung di bangku dekat jendela. seorang
wanita tua menyodorkan secangkir kopi dihadapannya, Udin masih tidak
bergeming.
“Oalah...Din, lagi nglamun opo tho?”
tanya si Empunya warung yang akrab dipanggil Mbok Nah. Udin gelagapan
dan hanya tersenyum tipis, sambil mengaduk-aduk kopi dihadapannya, lalumenyeruputnya. Setelah itu dia menghela nafasnya panjang. Memandang jauh keluar jendela.
“Susah Mbok, jaman sekarang ini,” keluh Udin.
“Memang ono opo tho cung?”
Mbok Nah balik bertanya, lalu duduk disebelah Udin. Belum juga Udin
menjawab, datang seorang pelanggan, Mbok Nah segera berdiri melayani
pelanggan itu yang tak lain adalah Yanto, tetangga Udin.
“Lho Dik Udin, sudah lama?” sapa Yanto
“Belum Kang!” Udin segera menyalami Yanto. Lalu mereka berdua terlibat obrolan
“Perusahaan bangkrut, kayu lagi sepi, orderan juga berkurang, bingung Kang!”keluh Udin
“Ya..memang jaman sekarang itu serba susah Dik, wong tadi si Atik minta bayar sekolah, saya belum bisa memberi, dagangan juga sepi, sawah kering.”timpal Yanto.
“Nek pancen wong cilik kuwi yo nrimo wae Cung, saiki opo-opo larang, opo-opo kudu ngirit”Mbok Nah ikut menimpali, di balik meja sambil membolak-balik gorengan.
Tiba-tiba
datang seorang gadis, masuk dari dalam rumah. Gadis itu tersenyum pada
Udin dan Yanto, kemudian membantu Mbok Nah mengangkat gorengan. Udin
terpana akan ke-ayuan gadis itu. Rambutnya yang hitam panjang terurai, senyumnya yang sederhana sempat menawan hati
“Siapa Mbok?” tanya Udin, ketika gadis itu balik lagi kedalam.
Mbok nah tersenyum” Kinanti, ayu tho?”
Udin tersipu
“Lha mbok gitu, dari tadi mbrengut?”
“Seluruh keluarganya meninggal, kena gempa, rumahnya di Bantul ajur,
kasihan, padahal dia itu anaknya rajin, dia lulusan SD,sebetulnya
anaknya pinter, tapi orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya kalau
harus melanjutkan.”Ujar Mbok Nah
“Kasihan ya Mbok?”
Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Kinanti, Udin jadi sering kelihatan di
Warung Mbok Nah, mereka juga semakin akrab. Hari ini pagi sekali Udin
sudah nongkrong di situ. Tampak berseri dan bersemangat menanti pujaan
hatinya, dia tidak perlu menunggu lama, akhirnya Kinanti nampak juga,
lalu menyapanya, dan tersenyum lugu. Kemudian menyuguhkan secangkir kopi
pesanan Udin. Dia masih saja takjub mengamati kelembutan senyum gadis
itu.
Suatu sore,
ketika warung Mbok Nah sepi, saat sang bayu ramah menyapa, Udin
menikmati secangkir kopi hangat dan pisang goreng. Sore itu hanya dia
dan Kinanti yang ada di warung itu. Mbok Nah sedang pergi menghadiri
hajatan dirumah tetangga, jadi Kinanti yang bertugas menjaga warung.
Suatu sore,
ketika warung Mbok Nah sepi, saat sang bayu ramah menyapa, Udin
menikmati secangkir kopi hangat dan pisang goreng. Sore itu hanya dia
dan Kinanti yang ada di warung itu. Mbok Nah sedang pergi menghadiri
hajatan dirumah tetangga, jadi Kinanti yang bertugas menjaga warung.
“Ti, kamu
sudah punya pacar belum?” tanya Udin pelan sekali, untung Kinanti
mendengarnya jadi Udin tidak perlu mengulangi pertanyaannya, Kinanti
hanya menggeleng kecil dan tersipu.
Udin
tersenyum”Jadi saat ini kamu tidak punya pacar Ti?” tanya Udin
memastikan. Kinanti mengangguk. “Ah, masak gadis secantik kamu gak punya pacar, aku gak percaya.”
“ Memang saya belum punya kok mas, memang mas mau nyariin?”goda Kinanti
Udin tertawa kecil,Bdan geleng-geleng kepala, lalu menyeruput kopinya.
“ Aku sendiri juga masih kosong Ti” lalu mereka berdua tersenyum tersipu.
Langit yang
menampakkan semburat merah, seakan ikut melukiskan asa yang sedang
menggelayuti hati kedua muda mudi yang dimabuk asmara itu, jingga merona
meniupkan aroma romantisme di penghujung senja. Tiba-tiba Udin meraih
jemari Kinanti, lalu menatapnya sangat dalam. Kinanti tampak kaget dan
gugup.
“Maukah kau
jadi kekasihku?” ucap Udin lirih, Kinanti tak menyangka, akhirnya keluar
juga kata-kata itu dari mulut Udin, orang yang selama ini juga
dikasihinya meski Cuma diam-diam. Kinanti mengangguk perlahan, dia tak
sanggup bicara. Lalu Udin tersenyum dan memeluk Kinanti.
Beberapa
minggu kemudian mereka memutuskan untuk tunangan dan akan menikah
beberapa bulan kemudian. Hari-hari mereka lalui dengan penuh suka cita
dan cinta. Udin mulai giat menabung untuk persiapan pernikahannya.
Keesokan
paginya, seperti biasanya Udin berangkat kerja ke Rumah Meubel. Sampai
ditempat kerja, Udin merasa heran, tidak seperti biasanya Rumah Meubel
itu sepi. Udin kemudian dipanggil seorang wanita setengah baya, dia
adalah istri Pak Kardi, Bu Lek Udin. Wanita setengah baya yang masih
kelihatan cantik itu tergopoh-gopoh menghampiri Udin.
“Pak Lekmu Din!”teriaknya sambil lalu tersedu-sedu menangis merangkul Udin
Udin masih
bingung, kemudian dia mencoba menenangkan Bu Leknya itu, dan membawanya
kedalam rumah. Setelah didudukkannya wanita itu, kemudian Udin bertanya.
“Ada apa Bu Lek? Pak Lek Kardi kenapa?”
“Pak Lekmu
tadi ditangkap polisi!” lalu Aminah, menangis tergugu-gugu. Udin sangat
kaget, bagaikan disambar petir, baru kali ini keluarganya berurusan
dengan polisi.
“Memangnya kenapa, kok sampai urusan dengan polisi tho?
“Semalam Polisi kesini, dia menangkap Pak Lekmu karena membeli kayu ilegal, Bu Lek juga ndak tahu
Din, kok jadinya malah begini,”ungkap Aminah sambil terus masih
terisak. Udin tercengang mendengar berita itu. Dia tidak menyangka,
selama ini Pak Leknya berbuat curang. Udin tidak tega melihat Buleknya
menangis dihadapannya dan Lury, anak semata wayang mereka yang masih
kecil. Terus bagaimana dengan usaha mereka, bagaimana dengan kehidupan
mereka, bagaimana nasib Bu leknya dan keponakannya yang masih 4 tahun
itu? Udin tidak pernah membayangkan akan terjadi kasus yang demikian
berat.
Dengan
langkah gontai, Udin menyusuri jalan menuju warung, dia tidak tahu akan
dibawa kemana nasibnya kini, Rumah Meubel milik Pamannya otomatis
disegel dan ditutup. Terus bagaimana dengan nasib para karyawan-karyawan
lainnya yang sudah berkeluarga dan menggantungkan nasibnya di
Perusahaan itu. Langkah Udin semakin berat ketika mengingat wajah ayu
Kinanti. Bagaimana tentang rencananya akan melamar gadis itu? Kini dia
sudah tidak memiliki pekerjaan. Bagaimana kehidupannya akan berjalan,
bagaimana bisa dia menafkahi Kinanti nantinya, apakah dia akan bahagia
bila hidup bersamanya yang seorang pengangguran ini?
“Sudahlah Ti, jangan nangis, Mas gak akan
ninggalin kamu, Mas akan kembali lagi setelah mendapat pekerjaan dan
cukup uang untuk pernikahan kita nanti.” Udin membelai rambut Kinanti,
gadis itu terus menangis dibahunya. Sebenarnya dia sangat berat
meninggalkan Kinanti,ntapi disisi lain dia tidak boleh menganggur
lama-lama, dia harus mencari pekerjaan, dan satu-satunya jalan adalah
pergi ke kota. Entah apa yang bisa dikerjakan seorang lulusan SMP
seperti Udin. Dengan berat Kinanti melepas kepergian kekasihnya itu
untuk mencari pekerjaan di kota.
Setiap bulan
Kinanti mendapat kiriman surat dari Udin, dia selalu menceritakan bahwa
dia sudah mendapat pekerjaan, menjadi karyawan di pabrik sebuah
perusahaan besar. Dengan gaji yang cukup besar untuk seukuran orang desa
seperti mereka, bahkan Kinanti juga mendapatkan kiriman uang yang tidak
sedikit, dan Kinanti selalu menabungnya, dia selalu berharap kekasihnya
itu akan segera pulang.
Beberapa
tahun telah berlalu, akhirnya Udin pulang. Menjemput Kinanti. Mereka
menyelengarakan pesta pernikahan yang sangat meriah, rupanya Udin telah
menjadi orang sukses. Pesta itu sangat mewah dan meriah, seluruh sanak
keluarga Udin dan Kinanti hadir, termasuk Mbok Nah yang juga saudara
Kinanti.
Akan tetapi
ditengah kebahagian dan kemeriahan acara pesta tiba-tiba para tamu
undangan dan sanak keluarga beserta pasangan pengantin itu sendiri
dikejutkan oleh kehadiran beberapa aparat polisi. Yang kemudian
menghampiri mempelai pria dan memborgolnya, Kinanti terkejut, menangis
dan meronta, terus mengenggam erat lengan suaminya itu.
“Ada apa ini?” tanya Ayah Udin,mencoba melerai ketika melihat keributan itu.
Aparat
polisi itu menjelaskan, mengapa Udin ditangkap. Kinanti sangat kaget,
terkejut mendengar semua itu. Hingga pingsan. Suasana pesta yang meriah
itu menjadi kalang kabut dan kacau, para tamu undangan berhamburan
pulang. Hari yang seharusnya menjadi hari bahagia itu menjadi hari
paling muram bagi Udin dan Kinanti.
Udin
ditangkap karena dia adalah seorang bandar narkoba, ternyata selama ini
Udin menjadi bandar narkoba di kota besar, tidak heran kalau tiba-tiba
dia menjadi kaya mendadak, mampu membeli segala macam perabotan dan
mobil mewah serta rumah yang cukup besar.
Apa yang
menyebabkan Udin menjadi begini, banyak sekali “mungkin-mungkin” yang
akan kita utarakan. Mungkin karena keadaan yang memaksa,mungkin karena
faktor ekonomi yang mendesak, mungkin karena cintanya kepada Kinanti,
mungkin karena dia putus asa, atau mungkin.....dan mungkin.......